Artwork

Content provided by Erastus Sabdono. All podcast content including episodes, graphics, and podcast descriptions are uploaded and provided directly by Erastus Sabdono or their podcast platform partner. If you believe someone is using your copyrighted work without your permission, you can follow the process outlined here https://player.fm/legal.
Player FM - Podcast App
Go offline with the Player FM app!

Mengawasi Diri

 
Share
 

Manage episode 415522200 series 2550505
Content provided by Erastus Sabdono. All podcast content including episodes, graphics, and podcast descriptions are uploaded and provided directly by Erastus Sabdono or their podcast platform partner. If you believe someone is using your copyrighted work without your permission, you can follow the process outlined here https://player.fm/legal.

Mengapa orang tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan? Perjumpaan dengan ilmu tentang Tuhan mudah sekali diperoleh. Ironis, orang yang memiliki pengetahuan tentang Tuhan, merasa sudah berjumpa dengan Tuhan. Ada satu syarat untuk bisa mengalami Tuhan, yaitu harus rendah hati. Kalau tidak rendah hati, nanti penuh perbantahan, rejection; menolak. Tuhan mengingatkan kita, “Awasi dirimu dan awasi pengajaranmu.” Orang bisa mengawasi pengajaran, tapi tidak mengawasi diri. Tidak ada cara lain untuk kita bisa mengawasi diri sehingga mengenal diri dengan baik kecuali bertemu dengan Tuhan. Orang berdoa juga belum tentu bertemu dengan Tuhan. Sebab kalau tidak sungguh-sungguh mencari hadirat Tuhan, tidak bisa.

Karena untuk bertemu Tuhan, syaratnya satu kata: mati. Allah tidak bisa kompromi. Kalau orang belum “mati”, dia belum bisa bertemu Tuhan. Sehingga dia tidak akan mungkin mengajarkan kebenaran yang membuat orang berubah. Tentu kita mengerti maksud “mati” di sini bukan mati secara fisik, lalu dikubur. Namun, yang dimaksud oleh Alkitab adalah kehilangan nyawa. Ini sama dengan menyangkal diri. Dulu, pengertian kita atas kata ‘menyangkal diri’ adalah menolak perbuatan salah. Padahal menyangkal diri lebih dari itu. Menyangkal diri sama dengan kehilangan nyawa, mati. Jadi harus ada satu momentum di mana kita bersedia mati.

Namun kadang-kadang di momentum tersebut kita berikrar mati, tapi ternyata belum utuh; masih hidup. Masih ada kedagingan, nafsu, cita-cita, kesombongan, harga diri. Nanti ada momentum baru lagi, kita berkomitmen lagi. Sampai pada satu titik kita benar-benar mati. Kalaupun masih ada unsur-unsur manusia lama, itu adalah proses. Namun ingat, kalau kita belum mati, kita tidak bisa menjadi anak-anak Allah. Ini untuk standar umat Perjanjian Baru, yang memang proyeksinya adalah menjadi seperti Kristus, “Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Inilah kekristenan yang sejati.

Orang Kristen di abad mula-mula dilanda aniaya yang begitu hebat. Dari lahir sampai meninggal dunia, mereka mengalami penganiayaan. Dan penganiayaan atau persekusinya tidak seperti hari ini, yang orang masih memiliki nurani untuk menghargai hak-hak asasi orang lain. Waktu itu bengis, kejam, sadis, jahat. Dipancung kepalanya seperti Paulus, atau seperti Petrus digoreng di belanga panas. Dibakar hidup-hidup. Kenapa Tuhan mengizinkan itu? Karena Tuhan mau memurnikan gereja-Nya. Orang yang mengikut Tuhan Yesus harus kehilangan segala sesuatu.

Lukas 16:11-12, “Jadi, kalau kamu tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” Artinya, kita tidak boleh bermilik. Itulah sebabnya di dalam Injil Matius 19:21 dikatakan, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Seseorang yang mau ikut Yesus, tidak cukup melakukan hukum, tapi ia harus menjual segala milik dan memberikannya kepada orang miskin, maka barulah dia memperoleh harta di surga. Ini tentu tidak boleh secara harfiah kita kenakan, belum tentu. Bisa ya, bisa tidak. Tetapi maksudnya adalah jangan ada belenggu, semua harus dilepaskan; ‘mati.’

Itulah sebabnya syarat untuk bisa berjumpa dengan Tuhan adalah kehilangan nyawa. Orang seperti ini baru bisa benar-benar hidup suci. Jadi komitmennya adalah mati demi Tuhan. Kita harus mati untuk diri sendiri, tapi hidup bagi Tuhan. Mestinya kita harus berani, sebab upah yang tersedia itu besar. Paulus mengatakan, “Penderitaan zaman sekarang ini tidak ada artinya dibanding kemuliaan yang kita akan peroleh.” Hamba Tuhan yang belum mati, pasti mencari keuntungan. Dia bisa menjadi pegawai gereja, tetapi tidak menjadi pegawai Tuhan. Karena mereka mencari hidup, bukan memberi hidup. Dan orang-orang seperti ini tidak pernah bisa menemukan Tuhan. Ibarat balon, itu bukan diisi gas udara yang bisa membuatnya terbang, melainkan diisi batu sehingga tidak bisa terbang.

Kalau kita percaya Yesus, namun hidup kita tidak seperti Yesus, berarti kita belum percaya. Tidak ada yang memuaskan hati Tuhan, Allah Bapa, lebih dari kita menjadi serupa dengan Yesus, memiliki pikiran dan perasaan-Nya. Rahasia sukses hidup adalah “mati”. Karena kita memiliki harta kemuliaan bersama dengan Kristus; 1 Petrus 1:3-4, harta yang tersimpan di surga. Jadi pilihannya itu hitam atau putih. Kristen yang sungguh-sungguh atau tidak usah sama sekali. Itu sebenarnya sesuai dengan firman, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.”

  continue reading

24 episodes

Artwork

Mengawasi Diri

Truth Daily Enlightenment

11 subscribers

published

iconShare
 
Manage episode 415522200 series 2550505
Content provided by Erastus Sabdono. All podcast content including episodes, graphics, and podcast descriptions are uploaded and provided directly by Erastus Sabdono or their podcast platform partner. If you believe someone is using your copyrighted work without your permission, you can follow the process outlined here https://player.fm/legal.

Mengapa orang tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan? Perjumpaan dengan ilmu tentang Tuhan mudah sekali diperoleh. Ironis, orang yang memiliki pengetahuan tentang Tuhan, merasa sudah berjumpa dengan Tuhan. Ada satu syarat untuk bisa mengalami Tuhan, yaitu harus rendah hati. Kalau tidak rendah hati, nanti penuh perbantahan, rejection; menolak. Tuhan mengingatkan kita, “Awasi dirimu dan awasi pengajaranmu.” Orang bisa mengawasi pengajaran, tapi tidak mengawasi diri. Tidak ada cara lain untuk kita bisa mengawasi diri sehingga mengenal diri dengan baik kecuali bertemu dengan Tuhan. Orang berdoa juga belum tentu bertemu dengan Tuhan. Sebab kalau tidak sungguh-sungguh mencari hadirat Tuhan, tidak bisa.

Karena untuk bertemu Tuhan, syaratnya satu kata: mati. Allah tidak bisa kompromi. Kalau orang belum “mati”, dia belum bisa bertemu Tuhan. Sehingga dia tidak akan mungkin mengajarkan kebenaran yang membuat orang berubah. Tentu kita mengerti maksud “mati” di sini bukan mati secara fisik, lalu dikubur. Namun, yang dimaksud oleh Alkitab adalah kehilangan nyawa. Ini sama dengan menyangkal diri. Dulu, pengertian kita atas kata ‘menyangkal diri’ adalah menolak perbuatan salah. Padahal menyangkal diri lebih dari itu. Menyangkal diri sama dengan kehilangan nyawa, mati. Jadi harus ada satu momentum di mana kita bersedia mati.

Namun kadang-kadang di momentum tersebut kita berikrar mati, tapi ternyata belum utuh; masih hidup. Masih ada kedagingan, nafsu, cita-cita, kesombongan, harga diri. Nanti ada momentum baru lagi, kita berkomitmen lagi. Sampai pada satu titik kita benar-benar mati. Kalaupun masih ada unsur-unsur manusia lama, itu adalah proses. Namun ingat, kalau kita belum mati, kita tidak bisa menjadi anak-anak Allah. Ini untuk standar umat Perjanjian Baru, yang memang proyeksinya adalah menjadi seperti Kristus, “Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Inilah kekristenan yang sejati.

Orang Kristen di abad mula-mula dilanda aniaya yang begitu hebat. Dari lahir sampai meninggal dunia, mereka mengalami penganiayaan. Dan penganiayaan atau persekusinya tidak seperti hari ini, yang orang masih memiliki nurani untuk menghargai hak-hak asasi orang lain. Waktu itu bengis, kejam, sadis, jahat. Dipancung kepalanya seperti Paulus, atau seperti Petrus digoreng di belanga panas. Dibakar hidup-hidup. Kenapa Tuhan mengizinkan itu? Karena Tuhan mau memurnikan gereja-Nya. Orang yang mengikut Tuhan Yesus harus kehilangan segala sesuatu.

Lukas 16:11-12, “Jadi, kalau kamu tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” Artinya, kita tidak boleh bermilik. Itulah sebabnya di dalam Injil Matius 19:21 dikatakan, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Seseorang yang mau ikut Yesus, tidak cukup melakukan hukum, tapi ia harus menjual segala milik dan memberikannya kepada orang miskin, maka barulah dia memperoleh harta di surga. Ini tentu tidak boleh secara harfiah kita kenakan, belum tentu. Bisa ya, bisa tidak. Tetapi maksudnya adalah jangan ada belenggu, semua harus dilepaskan; ‘mati.’

Itulah sebabnya syarat untuk bisa berjumpa dengan Tuhan adalah kehilangan nyawa. Orang seperti ini baru bisa benar-benar hidup suci. Jadi komitmennya adalah mati demi Tuhan. Kita harus mati untuk diri sendiri, tapi hidup bagi Tuhan. Mestinya kita harus berani, sebab upah yang tersedia itu besar. Paulus mengatakan, “Penderitaan zaman sekarang ini tidak ada artinya dibanding kemuliaan yang kita akan peroleh.” Hamba Tuhan yang belum mati, pasti mencari keuntungan. Dia bisa menjadi pegawai gereja, tetapi tidak menjadi pegawai Tuhan. Karena mereka mencari hidup, bukan memberi hidup. Dan orang-orang seperti ini tidak pernah bisa menemukan Tuhan. Ibarat balon, itu bukan diisi gas udara yang bisa membuatnya terbang, melainkan diisi batu sehingga tidak bisa terbang.

Kalau kita percaya Yesus, namun hidup kita tidak seperti Yesus, berarti kita belum percaya. Tidak ada yang memuaskan hati Tuhan, Allah Bapa, lebih dari kita menjadi serupa dengan Yesus, memiliki pikiran dan perasaan-Nya. Rahasia sukses hidup adalah “mati”. Karena kita memiliki harta kemuliaan bersama dengan Kristus; 1 Petrus 1:3-4, harta yang tersimpan di surga. Jadi pilihannya itu hitam atau putih. Kristen yang sungguh-sungguh atau tidak usah sama sekali. Itu sebenarnya sesuai dengan firman, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.”

  continue reading

24 episodes

All episodes

×
 
Loading …

Welcome to Player FM!

Player FM is scanning the web for high-quality podcasts for you to enjoy right now. It's the best podcast app and works on Android, iPhone, and the web. Signup to sync subscriptions across devices.

 

Quick Reference Guide